Pertemuan : Jum'at, 23 April 2021
Resume Ke : 9, Gel. 18
Tema : Mental dan Naluri Penulis
Narasumber : Ditta Widya Utami, S.Pd. Gr.
"Dunia prestasi dan pencapain selalu menjadi milik orang-orang optimis". ( Harold wilkins)
"Jadilah pemuda yang memberi solusi, menebarkan inspirasi, menoreh banyak prestasi, membakar semangat dan memotivasi". ( Merry Riana)
Siang ini jum'at, 23 April 2021 kita memasuki pertemuan ke-9 dengan narasumber muda, cantik nan jelita, dengan sejuta talenta. Beliau adalah Ibu Ditta Widya Utami, S.Pd. Gr. Meskipun usia masih muda belia tapi beliau memiliki segudang pengalaman dan prestasi dalam hal menulis. Hal inti terbukti sudah banyak karya-karya buku yang sudah ditulisnya. Selain itu banyak prestasi yang diraihnya sebagai penggiat literasi handal.
Sebelum beliau memberi materi pada siang ini, sebelumnya beliau memberikan kuisioner pada para peserta pelatihan belajar menulis yang bertujuan untuk mengetahui peta kekuatan antara teknik dan mental menulis yang dimiliki bagi para peserta.
Sungguh antara teknik menulis dan mental seorang penulis adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Ibarat jiwa dan raga. Teknik menulis dan mental penulis, keduanya harus ada agar penulis dan tulisannya bisa "hidup" dan bisa dinikmati para penggemarnya.
Teknik menulis yang beliau maksud mencakup kemampuan seseorang dalam menulis. Mulai dari pemilihan kosa kata, kemampuan membuat outline, pemahaman mengenai gagasan utama, berbagai jenis tulisan, serta pengetahuan lain yang bersifat teknis. Sedangkan mental penulis merujuk pada kondisi psikologis atau batin si penulis itu sendiri.
Salah satu mental yang harus dimiliki adalah siap belajar. Di bagian mental penulis yang akan beliau bahas kemudian, mungkin ada kata yang bikin baper. Oleh karena itu, siapkan mental Anda sejak sekarang. Kali ini beliau akan lebih menitikberatkan pada keseimbangan teknik dan mental penulis.
Berdasarkan analisis beliau, dilihat dari keseimbangan teknik dan mental penulis, maka ada 4 Tipe Penulis, yaitu :
1. Dying writer
2. Dead man
3. Sick people
4. Alive
Tipe pertama adalah Dying Writer atau penulis yang sekarat. Termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang lemah secara teknik pun lemah mentalnya sebagai seorang penulis.
Seolah hidup segan mati tak mau. Misalnya ikut pelatihan menulis setengah hati (lemah mental) dan tidak berkarya membuat tulisan (yang bisa jadi karena lemah teknik, tidak tahu bagaimana harus menulis, mendapatkan ide, dsb)
Tipe ini bukan berarti tak mampu membuat tulisan. Hanya saja, diperlukan upaya ekstra agar orang-orang ini "mau" hidup sehat kembali untuk menulis. Ibaratnya menjadi penulis masih sekedar angan-angan tanpa aksi nyata.
Tipe kedua adalah Dead Man. Sesuai namanya, tulisan dari kategori ini "mati". Tidak diketahui keberadaannya. Terkubur di folder laptop. Terbungkus lembaran diary. Atau notes yang ada di hp. Belum terpublish.
Tekniknya ada (sudah mampu menulis), hanya mentalnya masih lemah (malu, takut dikritik dsb) sehingga tidak berani mempublish tulisan. Belum berani membuat buku atau artikel. Padahal ilmu tentang kepenulisannya sudah mumpuni.
Tipe ketiga adalah Sick People. Orang-orang dalam kelompok ini adalah yang masih lemah teknik menulisnya namun sudah cukup memiliki mental seorang penulis sehingga sudah berani mempublish tulisannya.Mereka sudah siap jika ada yang mengkritik, mengomentari tulisan mereka dan sejatinya sadar masih terdapat kekurangan dalam tulisannya.
Misal typo, penggunaan kata yang sama berulang kali, paragraf yang terlalu panjang, dsb. Obat bagi kategori ini tentu saja terus menulis. Tingkatkan jam terbang dalam menulis. Insya Allah dengan sendirinya akan sembuh.
Tipe keempat atau terakhir tentu saja kategori terbaik, yaitu Alive, yaitu penulis yang tulisannya hidup dan senantiasa berkarya seperti jantung yang terus berdetak saat pemiliknya bernyawa.
Orang-orang dalam kelompok ini sudah bisa dikatakan "ahli" menulis (kuat teknik) serta kuat mentalnya. Cirinya mudah. Meski tingkatan ahli ada pemula, menengah dan sangat ahli, tapi secara umum kita bisa mengenali mereka.
Misal saat menulis sudah seperti kebutuhan primer seperti makan. Ibaratnya, jika tak makan akan lapar. Begitu pula mereka yang hidup dalam menulis. Akan lapar menulis bahkan jika sehari saja tak membuat tulisan.
Ciri yang paling kentara dari kelompok ini tentu saja seperti juara lomba menulis, bukunya tembus di jurnal nasional, di media massa, dsb. Kelompok Alive ini termasuk kategori pembelajar sejati. Selalu berproses. Mampu hadapi tantangan menulis (meski puasa tetep nulis, walau sibuk menyempatkan nulis, dsb)
Bapak dan Ibu peserta yang mengisi kuesioner pasti tahu bahwa salah satu pertanyaan "Apa yang Anda takutkan ketika menulis/mempublish tulisan?"
Ternyata dari 30 jawaban yang masuk, sebagian besar bisa dikategorikan menjadi 2 macam ketakutan, yaitu :
1. Takut terkait teknik penulisan (misal takut tidak sesuai kaidah penulisan, tidak sesuai aturan penerbit, alur dan pesan tulisan yang masih belum tampak, serta ketakutan lain yang sejenis)
2. Ketakutan yang berhubungan dengan (penilaian) dari orang lain. Misalnya takut dicemooh, diejek, tidak dibaca, dsb.
Sedangkan 3 orang lainnya menyatakan tidak memiliki ketakutan.
Nah inilah yang patut kita contoh.
Teknik menulis akan membaik jika kita sering berlatih menulis. Mental penulis akan terbentuk ketika kita terus melatih diri mempublikasikan tulisan kita untuk dibaca oleh orang lain. Jika mau jadi penulis hebat, kita harus mau meningkatkan teknik dan mental menulis kita.
Nah sekarang masuk pada pembahasan NALURI, berangkat dari pengertian naluri menurut KBBI online. na·lu·ri dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir; pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu; insting; perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan hidup, terdapat pada semua jenis makhluk hidup;
Penulis sejati berangkat dari keresahannya. Membuatnya berbuat melalui "tulisan". Ia mengubah dunia dengan tulisan. Mengubah orang-orang melalui goresan tintanya, seluruh inderanya sehingga bisa menghasilkan karya berupa tulisan.
Ada lagu syahdu yang bisa menjadi renungan, ia tuangkan dalam bentuk tulisan.
Ini pun contoh naluri penulis.
Sungguh tidak ada yang mengenali diri kita sebaik kita sendiri. Orang memang bisa menilai kita, tapi seperti apa kita sesungguhnya hanya kita yang tahu.
Namun ada pepatah mengatakan, bahwa jika kamu ingin tahu siapa dirimu, bertanyalah pada sahabtmu. Karena ia akan mengungkapkan kelebihan dan kekuranganmu tanpa melebihkan atau menguranginya.
Jadi, jika belum bisa mengenali kelemahan dan kekuatan dalam menulis, maka kita bisa meminta bantuan pada sahabat atau teman untuk mengomentari.
Yang paling terpenting pada pertemuan kita kali ini "Jangan patah semangat, menulislah terus, maka tulisanmu akan menemui takdirnya".
Salam Literasi,
Susanti_SMAN 1 Surabaya








Jadilah penulis bermental baja.
BalasHapusTerima kasih. Suportnya Om Jay..
BalasHapus